Heh, Terbang Kau Ke Muka!

"Enam dibagi setengah berapa?" tanya kang Adi.

"Tiga," kata saya.

Bodohnya! Saya mengulang kebegoan di masa SMP.

Pertanyaan itu bikin saya keingetan jaman jahiliyah dulu. Otak saya langsung flashback dengan cepat memanggil memori keluguan (baca:kebegoan) saya waktu kelas 2 SMP.

 

Di sekolah saya itu ada guru matematika yang dianggap killer. Alasannya dia suka menghukum muridnya dengan cara yang ngga biasa. Bukan jenis hukuman yang mengandung kekerasan fisik seperti ditampar, dicubit, dijewer atau dijemur. Tapi hukuman guru yang bernama Pak Harahap yang merupakan orang batak ini lebih menyerang mental *tsaaaah.

Jadi, kalo ada kesalahan yang dia anggap ngga bisa ditolerir, dia biasanya menyuruh siswanya itu untuk 'Terbang'. Bukan meminta kita melakukan hal yang imposibble macam terjun dari lantai 2 lalu tangan kita harus mengepak-ngepak berharap terbang dan tidak jatuh. Istilah 'terbang' yang ia ciptakan (dan berhasil bikin ciut murid) adalah melakukan gerakan tertentu di depan kelas sambil nyanyi lagu 'Halo-halo Bandung'. Gerakan standarnya, kaki seperti jalan ditempat, tangan ditekuk keatas disamping badan, telapak tangan menghadap ke bawah, lalu gerakkan keluar-kedalam berulang-ulang *silahkan buat yang mau praktekin :p

Tapi kalau dia lagi mau variasi, kadang-kadang gerakan tangan dia ubah jadi ke depan atau miring atas-bawah. Yah, suka-suka dia lah intinya. Yang jelas, apapun gerakkannya, tapi bisa dipastikan ngga ada satu murid pun yang mau melakukannya. Makanya, pas pelajaran dia, kami semua stres.

Dari kelas 1 SMP saya udah denger legenda 'terbang' Pak Harahap. Saya berdoa, semoga guru matematika saya bukan dia pas kelas 2. Tapi emang udah nasip (bukan pake b), dapetlah saya setaun diajar sama si doi. Bisa dibayangkan, seminggu 2 kali setiap pelajaran matematika, hati saya -dan teman-teman- selalu ketar-ketir.

Saya inget, temen saya yang namanya Hamdani pernah disuruh terbang karena dia meloncati meja. Tanpa ampun, Pak Harahap langsung menyuruh Hamdani ke depan untuk 'terbang'. Hamdani tak bisa berkutik sedikit pun. Mau segimana minta maaf juga tetep aja harus terbang. Di depan kelas Hamdani berdiri mematung, berharap Pak Harahap merasa kasihan. Tapi dari mejanya, Pak Harahap hanya memandang penuh arti seolah berkata 'kamu baru bole duduk kalau sudah terbang'.

Hamdani pun sepertinya terintimidasi (hahaha lebay) dan akhirnya memilih menurunkan harga dirinya untuk 'terbang'. Hal yang memalukan, dan akan teringat seumur hidup sepertinya oleh dirinya dan oleh kami teman yang lain. Luar biasa kan efek 'terbang' ini.

Tak sampai disitu, penderitaan kami masih menunggu. Dipastikan, saat Hamdani 'terbang' kami temannya yang lain tak bisa menahan tawa geli menyaksikan pemandangan kocak itu. Tapi kalau ada gigi terlihat oleh Pak Harahap, kami harus menemani Hamdani 'terbang' di depan kelas. Jadilah, setiap ada yang terbang hampir semuanya menutup bagian mulut dengan buku atau tangan.

"Jangan sampai aku melihat gigi. Kalau tidak aku suruh 'terbang' juga," katanya. Saat itu memang baru pertama kalinya di kelas kami ada yang 'terbang'. Kata-kata Pak Harahap itu seolah dimengerti sebagai aturannya.

Selama setahun diajar sama Pak Harahap, kayanya paling banyak cuma 3 orang teman saya di kelas yang disuruh 'terbang'. Di kelas lainnya yang juga diajar sama dia juga kayanya enggak lebih dari 5 orang lah. Dan....ya..saya nyaris jadi salah satu dari daftar murid yang pernah 'terbang'. NYARIS!

Hari itu kami belajar seperti biasa. Sampai pada Pak Harahap melontarkan pertanyaan pada seisi kelas.

"Setengah kali setengah berapa?" tanya Pak Harahap.

"Satuuuuu," jawab saya penuh percaya diri. Saya yang duduk di deretan paling depan pun dihampiri Pak Harahap. Apalagi saat itu suara saya terdengar cukup keras.

"Heh kau -pake logat batak- setengah kali setengah berapa?" tanya dia sekali lagi.

"Satu pak," kata saya masih dengan muka sumringah.

"Kedepan kau," katanya. Merasa tak salah, saya pun keluar dari meja dan berdiri di depan kelas. Masih mengajukan pertanyaan yang sama dia kembali menanyakan soal yang sama. Saya pun dengan bodohnya terus menjawab dengan jawaban yang sama. Tapi saya waktu itu melihat muka teman-teman seperti yang mengingatkan.

"Tya, kali. Kali. Kali bukan Bagi," kira-kira seperti itu yang saya baca dari isyarat mereka pada saya yang berdiri dengan manis di depan kelas. Muka mereka seperti orang yang gemas. Gemas dengan kebodohan saya yang berbalut keluguan. Hahahaha...boddddoooh!!

Sambil melihat gelagat teman-teman, Saya pun kembali bersuara, "Iya pak, setengah kali setengaaaaaaah *trus mikir. Eh..salah..iya pak salah. Seperempat pak!," kata saya cepat meralat.

"Terbang kau," katanya pelan. "Ih, ngga mau pak...," kata saya. "Terbang kau," katanya lagi. "Maaf deh pak, ngga bakal gitu lagipak," kata saya memelas.

"Kau seharusnya kembali ke SD. Kau pasti lahir tengah malam *Heee?," kata dia. "Duduk kau," suruhnya.

Fiuuuuuh..selamet..selamet..sumpah dah waktu itu saya sutrisno bachir alias stres banget! Ngga kebayang kalo waktu itu saya 'terbang' mau ditaro dimana muka saya. #Ya di kepala laaaaah =______="

Masih belum selesai cerita tentang Pak Harahap ini. Masih ada kebiasaan lainnya yang bikin saya sebel sama pelajaran matematika. Ya, sejak diajar sama Pak Harahap ini saya mulai enggak tertarik sama yang namanya ilmu hitung. Bawaannya sport jantung terus.

Pak Harahap juga punya istilah lain, yaitu 'Serangan Fajar'. Sebenernya artinya engga jauh sama ulangan mendadak sih, tapi ngga tau kenapa efeknya kok berlipat yah kalo dia yang ngomong begitu. Kalo masuk kelas, trus dia bilang "Ya, Serangan Fajar kita hari ini," katanya. Kami pun harus langsung sigap mengeluarkan selembar kertas sebagai lebar jawaban. Jangan harap mencontek kalo cuma punya nyawa satu (hahaha..yang ini mah hiperbola pisan).

Karena asli batak, logat dan bahasa Pak Harahap ini khas sekali. Tau kan kalo orang batak itu punya lafal yang beda saat bertemu huruf vokal E. Nah, guru saya ini justru suka sengaja ngomong dengan lafal yang terdengar saru di telinga kami. Dulu kan ada pelajaran pemetaan, nah dia tuh sering banget ngomong 'memetakan' dengan  logatnya itu.

Teman satu kelas -hmmm..engga semua juga sih- pada dikasih nama julukan sama Pak Harahap. Biasanya penamaan didasarkan sama kelakuan, fisik atau ciri khas murid itu. Misalnya ada temen saya yang gendut, dipanggilnya si bulat. Atau teman saya yang punya banyak bulu, dipanggilnya bolo-bolo. Ada lagi yang kupingnya rebing, dpanggilnya cuping. Saya sendiri termasuk yang dikasih julukan. Panggilan saya 'DORAEMON'. Saya dipanggil itu karena katanya suka nyengir :D *hahahahaha.. Rada sinting kayanya tuh guru.

Tapi, di akhir-akhir kelas 2, saya justru dekat sama dia. Waktu itu dia baru tau kalo saya suka latah. Jadinya dia suka sengaja ngagetin saya. Bahkan pernah saya harus pindah-pindah duduknya soalnya dia terus mengincar saya. Siyalaaan!.

Pak Harahap ini ke sekolah bawa mobil. Mobilnya mobil torongtong gituuuh. Kadang anak-anak suka ngedorong-dorong tu mobil. Ceritanya sih ngerjain :p

Oya, kalo pas jam pelajaran Pak Harahap, cowok-cowok di kelas mendadak pada soleh alias pada semangat solat. Soalnya kan jadinya mereka bisa keluar kelas dan menghindari Pak Harahap. Tapi waktu itu pernah, karena cowok-cowok hampir setengahnya enggak ada di kelas, si bapak pun sidak ke mushola. Anak-anak pun lari tunggang langgang. Dooooh..masa-masa itu tuh kocak banget...

Hihihihi...sekian cerita tentang Pak Harahap, guru matematika saya sewaktu SMP dulu...
Menyenangkan balik lagi ke memori jaman SMP dulu :D

Sekarang apa kabarnya yah si Bapak. Dimanapun Pak, tya doain bapak yaaaa...
Maafin klo jaman sekolah dulu kalo saya bandel dan bego...hahahaha..

-tya-

0 Response to "Heh, Terbang Kau Ke Muka!"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel