Cerita di Balik Demo Petani

Diantara ribuan kerumunan demonstran kaum petani dan buruh yang melakukan aksi unjuk rasa di depan Halaman Gedung Sate Bandung, terlihat puluhan siswa berseragam SMP yang juga ikut berunjuk rasa. Mereka adalah siswa siswi Sekolah Petani Salafiah Sururon yang berada di Desa Sarimukti Kampung Nagrok Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut.

Ikutnya puluhan siswa-siswi ini adalah untuk ikut memberi dukungan pada Serikat Petani Pasundan (SPP), bahkan untuk ikut aksi ini mereka pun tidak masuk sekolah. Ternyata, pendiri Sekolah Petani tersebut adalah merupakan koordinator dari SPP.

"Kita mau aja diajak, kan mau ikut mendukung petani," ujar Aipupah (15) siswi kelas 3 SMP saat ditemui disela-sela aksi bersama teman-temannya yang lain yang sendang bertatalu, Rabu (9/12/2009).

Namun keikutsertaan dirinya ke Bandung tidak membuatnya bebas dari tugas sekolah seluruhnya. Sekolah memberikan tugas pada kelompok siswa yang terdiri dari 5 orang untuk melakukan wawancara dengan petani yang ikut dalam aksi ini. Karena laporan tersebut akan dikumpulkan, maka Aipupah dan teman-temannya itu menjadi wartawan dalam sehari. "Deg-degan sih, tapi kan barengan jadi yang nanya ngga sendiri. Ada juga yang nyatetnya," jelasnya.

Aipupah menuturkan kelompoknya telah berhasil mewawancarai seorang ibu seputar tujuan keikutsertaan dalam aksi hari ini. Pemakaian seragam dikatakan Aipupah juga sengaja bertujuan agar siswa yang ikut lebih mudah dicari. "Pakai seragam biar ngga ilang," katanya.

(Sampai disini adalah draft berita yang saya kirimkan ke redaksi. Tapi karena sesuatu, berita ini pun tidak jadi diturunkan. Maka itu saya memilih posting disini aja. Toh disini lebih leluasa, bebas, tak terikat aturan jurnalistik).

Setelah mengobrol-ngobrol ringan bersama Aipupah, dia pun kemudian mengajak saya untuk melihat sekolah dan desa dimana ia sehari-hari belajar dan tinggal. Tiba-tiba entah kenapa mata saya berkaca-kaca. Aipupah bercerita dengan spontan bagaimana suasana desa tempatnya dan temen-temannya itu hidup sehari-hari.

"Teteh, ayo kapan-kapan main ke sana," ujarnya. "Di sekolah, kita duduknya ngga pake kursi loh. Tapi ngampar kaya gini," tuturnya yang memang saat aku wawancarai tadi memang sedang duduk di trotoar jalan. Lebih lanjut Aipupah bercerita bahwa kelasnya itu terbuat dari bambu dan kayu yang dibawahnya terdapat kolam ikan, tak jauh dari area persawahan. Hampir seluruh orang tua siswa Sekolah Petani disebutkan Aipupah adalah buruh tani. Petani yang tak memiliki tanah.

Entah apa, tapi itu membuat aku sedikit terenyuh. Subhanallah, anak ini pintar juga ceritanya. Pasti saat tadi mengerjakan tugas wawancara dia yang memimpin pikirku tadi.

Singkatnya obrolan dengan Aipupah dan teman-temannya itu memberikan kesan yang spesial di hatiku. Aku pun kembali mencari objek berita lain lalu menyebrang ke arah Gedung Sate tempat aku dan teman-tempat nongkrong seperti biasa.

Tapi tak lama Aipupah datang menghampiriku. Dia bersama dua orang temannya membawa selembar buku. "Teh, tadi lupa nanya nama teteh siapa? Tulisin yah. Boleh minta no hp ngga?," tanyanya. Aku pun sedikit kaget, kembali bertanya "Untuk apa?" kataku. "Supaya kita bisa komunikasi lagi," sambungnya sambil menyodorkan buku tulis dan pensilnya itu. Akhirnya 3 anak itu aku beri kartu namaku. Mereka pun lalu pergi setelah mengucapkan terimakasih.

Beberapa teman yang duduk berdekatan denganku pun berkomentar ringan. "Ngapain? Minta tanda tangan? Fans-nya anak SMP euy, cocoklah jadi temennya juga," candanya seperti biasa. Karena memang aku salah satu objek ledekan yang paling empuk diantara temen-teman lain mengingat postur tubuhku yang seperti ayam kate. Apa jadinya kalau temanku itu tahu bahwa pada awal wawancara (sebelum akhirnya anak-anak itu tahu kalau aku ini wartawan-red), mereka sempat bertanya dengan santai "Teteh kelas berapa?," tanyanya. hahaha...sudahlah cukup aku, kamu, mereka dan Tuhan saja yang tahu. hehehe.

Tapi serius tadi saya merasa begitu nyaman berada diantara mereka. Merasa bagaikan teman lama yang tak canggung. Terimakasih adik-adik. Hari ini kalian sukses membuat kesan yang berarti buatku. Yang hingga kini belum kuketahui apa itu.

Memang melihat demo yang diikuti ribuan buruh dan petani membuatku merasa bersyukur dapat hidup dalam kondisi yang serba berkecukupan. Bayangkan, saat seorang teman wartawan membeli batagor setengah porsi, seorang demonstran mendekati temanku itu kemudian bertanya. "Berapaan itu teh neng?," katanya. "Empat ribu," jawab temanku itu. Setelah mendengar itu demonstran yang merupakan petani itu pun berkomentar "Mahal yah. Mah, ngga jadi yah?" lalu berkata pada istrinya yang berada tak jauh dari situ.

Hah..Ya Allah..selama ini mungkin aku dan teman-teman terbiasa menghamburkan uang. Nilai Rp 4 ribu mungkin terbilang kecil, tapi bagi mereka sepertinya itu sangat berarti. Huuft..kita ambil hikmahnya sama-sama aja. alhamdulillah liputan hari ini aku bisa nemuin hikmah.


-salam untuk petani dan anak-anaknya-


link berita yang terkait :

Merasa Terpinggirkan, Petani dan Buruh Pamer Hasil Bumi
Foto Buruh dan Petani Geruduk Gedung Sate


2 Responses to "Cerita di Balik Demo Petani"

  1. Iya tya, baca ini membuat saya intropeksi diri. Ketika saya bisa dengan mudah mengeluarkan uang hanya untuk barang yang tak terlalu perlu (saya selalu kalap dengan buku :P), di tempat lain ada banyak saudara kita yang mungkin kekurangan...nice post tya...

    tya wartwan yah?? wuahhh hebat, andai tya tahu the only one dream since i was a child ya..."journalist" ahaha...
    tapi karena badan saya kecil, ga mungkin jd wartawan hehe, nanti kedempet-dempet :D
    sekarang paling nyambi jadi citizen journalist aja di salah satu media online masjid kampus di Bdg^_^

    ReplyDelete
  2. makasih nda udah mau sharing..tapi kadang tya juga ngelewatin liputan tanpa sesuatu untuk dipikirkan, itu karena kepekaan tya yg belum terlatih. Wah, kalapnya nda beli buku...better dibandingin sama tya yg sering beli yg cuma karena 'lucu' aja. Malu.

    Iya, tya wartawan nda dan badan tya juga kecil loooh...banyak bgt kejadian pas liputan kocak akibat postur tya ini. Makanya juga temen-temen di lapangan seneng banget ngeledekin tya. Masih mau jadi wartawan?? Ayo nda...biar wartawan imut makin banyak...hehehe..
    media online nya apa nda?? Salman yah?

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel